Konon, para raja Kerajaaan Majapahit bersembunyi di terowongan bawah tanah alas (hutan) Surowono di masa peperangan. Pun, tersiar kabar adanya sistem pengairan dan irigasi yang dibangun di bawah permukaan tanah alas Surowono oleh kerajaan tersohor itu.
Adalah Terowongan Surowono, terowongan bawah tanah yang selalu terisi air nan mengalir. Hawanya sejuk berselimut rimbun bambu dan akar beringin yang semakin menguat. Terletak di Dukuh Surowono, Desa Canggu, Kecamatan Badas, Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Masyarakat setempat mempercayai bahwa selain candi dan pemandian, terowongan tersebut adalah awal peradaban dusun Surowono. Dipercayai pula terowongan ini sudah ada sejak jaman Majapahit.
Salah satu pemandu terowongan, Slamet (48), mengatakan bahwa terowongan ini digunakan untuk tempat persembunyian para raja Kerajaan Majapahit di masa peperangan. Selain itu juga digunakan untuk pelarungan sesaji dalam upacara keagamaan. “Kakek memberitahu saya sewaktu Sekolah Dasar, Sesaji-sesaji itu dilarung dari mulut terowongan yang ada di candi Surowono,” terangnya, Senin (1/4/2013).
Sejatinya, terowongan ini adalah terowongan air bawah tanah yang berjarak Sembilan Meter dari permukaan tanah. Mempunyai Dua sisi, yakni Utara dan Selatan. Terowongan sisi Selatan mengarah ke sungai. Terdiri dari Lima sumur dengan jarak antar sumur sekitar 50-100 meter. Mulut terowongan berbentuk kubah, mempunyai tinggi sekitar 160 – 180 sentimeter. Di beberapa bagian, ketinggiannya hanya 150 sentimeter. Bahkan di antara sumur Keempat dan Kelima jarak dasar terowongan dengan langit-langit hanya sekitar 60 sentimeter. Pada dinding-dindingnya banyak rembesan air, sehingga membuat ruangan selalu terisi air dengan ketinggian bervariasi mulai setinggi mata kaki hingga perut orang dewasa.
Sedangkan terowongan sisi Utara fisiknya tak jauh beda dengan terowongan sisi Selatan. Namun hingga saat ini masih belum diketahui terowongan tersebut mengarah kemana. Juru kunci terowongan, Samsul mengatakan tim penjelajah dari warga setempat tak bisa meneruskan perjalanan. Karena kadar oksigen di dalam terowongan sisi Utara lebih rendah daripada sisi Selatan. “Sampai saat ini belum ada tim dari pemerintah yang khusus meneliti terowongan ini,” ungkapnya, Minggu (31/3/2013). Juga diceritakan Samsul, konon terowongan sisi Utara ini menuju ke arah candi Surowono dan pemandian yang letaknya sekitar 300 Meter dari sumur utama terowongan.
Kasub Inventaris Balai Pelestarian peninggalan Purbakala (BP3) Trowulan, Kholis menyatakan bahwa terowongan Surowono adalah kanal atau sistem pengairan yang dibangun pada masa Kerajaan Majapahit. “Terowongan itu adalah sistem pengairan yang dibangun oleh Majapahit,” ucapnya, Rabu (10/4/2013). Hal itu dikuatkan dengan adanya penjelasan dari kitab Negarakertagama Pupuh 82 yang ditulis oleh Prapanca. Dijelaskan bahwa Sri Nata Wengker (raja Wengker) membuka hutan Surabana, Pasuruan, Pajang. Disebutkan pula Hayam wuruk juga membuka hutan di Tigawangi.
Arkeolog Departemen Sejarah Universitas Negeri Malang, Dwi Cahyono menyatakan bahwa terowongan Surowono adalah sistem pengairan yang jelas direncanakan untuk kepentingan irigasi. “Diperlukan persawahan yang dikelola untuk kepentingan candi. Itu pula yang menyebabkan terowongan di Surowono bersambungan dengan sungai yang mengairi persawahan di Dukuh Sumberagung yang bersebelahan dengan Surowono,” ujarnya.
Kenyataannya, menurut Slamet, di Surowono dan Sumberagung masa tanam bisa dilakukan Tiga kali tanpa pernah mengalami kekeringan. Banjir juga belum pernah melanda.
Bersalin muka
Suasananya nan teduh, airnya yang menawarkan kesegaran dan track terowongan yang menantang adrenalin menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang menggemari wisata alam. Tak sedikit wisatawan domestik maupun asing yang berkunjung ke terowongan ini untuk menikmati kesegaran air, susur terowongan bahkan hanya untuk bersantai-santai saja.
“Di kala akhir minggu dan hari libur pengunjung bisa mencapai 100 orang setiap harinya,” jelas Slamet.
Di dalam terowongan, pengunjung akan dihadapkan dengan kondisi ruangan yang gelap, lembab, dingin dan pengap. Ari (22), pemuda asal Jakarta, salah satu siswa Kampung Inggris mengaku ketagihan untuk menyusur terowongan. Hampir tiap Minggu dia bersama teman-teman belajarnya menyempatkan waktu untuk berkunjung ke terowongan ini.
“Selain murah, suasana dan kondisi terowongannya masih alami,” paparnya, (31/3/2013).
Pengunjung hanya dikenakan tarif Seribu Rupiah untuk masuk ke dalam areal terowongan. Sedangkan untuk yang hendak menyusur terowongan tak diperkenankan masuk tanpa kawalan pemandu. Karena banyak persimpangan di beberapa bagian terowongan. Tak jarang pengunjung yang tersesat dan pingsan saat melakukan penyusuran.