Situs Sumber Cangkring

situs cangkring

Situs Sumber Cangkring, begitulah lokasi penemuan bekas bangunan kuno di Dusun Babadan, Desa Sumber Cangkring, Kecamatan Gurah ini disebut. Oktober 2008 silam tepatnya di sebelah utara Lapangan Sumber Cangkring, beberapa warga yang sedang membuat batu bata menemukan benda-benda aneh saat menggali tanah. Ternyata benda-benda tersebut adalah fragmen-fragmen candi berupa kala, arca dwarapala, potongan kepala arca, dan arca ganesa. Penemuan tersebut kemudian ditindak lanjuti oleh pihak pemerintah dan dinas terkait.

situs_cangkring

Diperkirakan  bentuk arsitektur banguan kuno yang ditemukan di Dusun Babadan ini memiliki kemiripan dengan candi-candi paninggalan Kerajaan Mataram Hindu di Jawa Tengah. Ciri tersebut terlihat pada bentuk kalanya yang memiliki kemiripan dengan kala pada candi-candi di Jawa Tengah.

Rupanya nasib situs Sumber Cangkring tidak jauh berbeda dengan nasib Situs Tondowongso. Saat peninjauan kami kemarin, yang tersisa dari situs ini tinggalah bekas galian dan sebuah arca yang masih terpendam sebagian. Sepintas arca tersebut berkenampakan seperti arca dwarapala, tapi kami tidak mengetahuai apakah arca tersebut adalah arca dwarapala yang ditemukan pada tahun 2008 silam atau bukan. Sayang sekali kami tidak menjumpai satu pun warga di area penemuan tersebut, sehingga kami tidak memperoleh keterangan dimana fragmen-fragmen temuan tersebut sekarang disimpan.

Pemandian Corah (Canda Birawa)

canda birawa

Pemandian Corah terletak tengah kota Pare. Ketika anda berkendara dari arah Kandangan menuju kota Pare maka anda akan mudah meneukan tempat ini. Memang dari jalan raya tidak terlihat, tetapi anda akan lebih mudah menemukannya karena di depan pintu gerbang pemandian Corah ini terdapat pohon Beringin yang besar. Pohon ini sangat besar karena diperkirakan umur pohon telah mencapai puluhan tahun.

Pemandian ini ramai ketika pada hari libur sekolah dan menjelang hari minggu. Mungkin karena ini satu – satunya pemandian yang berada di kota Pare yang mempunyai wilayah yang cukup luas. Biasanya untuk menarik pengunjung pengelola pemandian mengadakan beberapa hiburan rakyat. Misalnya dangdut, kesenian kuda lumping, dll.

Bila anda melewati kota Pare, tidak ada salahnya anda menyempatkan waktu sejenak melepas lelah di pemandian ini.

Terowongan Surowono

goa surowono

Konon, para raja Kerajaaan Majapahit bersembunyi di terowongan bawah tanah alas (hutan) Surowono di masa peperangan. Pun, tersiar kabar adanya sistem pengairan dan irigasi yang dibangun di bawah permukaan tanah alas Surowono oleh kerajaan tersohor itu.

Adalah Terowongan Surowono, terowongan bawah tanah yang selalu terisi air nan mengalir. Hawanya sejuk berselimut rimbun bambu dan akar beringin yang semakin menguat. Terletak di Dukuh Surowono, Desa Canggu, Kecamatan Badas, Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Masyarakat setempat mempercayai bahwa selain candi dan pemandian, terowongan tersebut adalah awal peradaban dusun Surowono. Dipercayai pula terowongan ini sudah ada sejak jaman Majapahit.

Salah satu pemandu terowongan, Slamet (48), mengatakan bahwa terowongan ini digunakan untuk tempat persembunyian para raja Kerajaan Majapahit di masa peperangan. Selain itu juga digunakan untuk pelarungan sesaji dalam upacara keagamaan. “Kakek memberitahu saya sewaktu Sekolah Dasar, Sesaji-sesaji itu dilarung dari mulut terowongan yang ada di candi Surowono,” terangnya, Senin (1/4/2013).

Sejatinya, terowongan ini adalah terowongan air bawah tanah yang berjarak Sembilan Meter dari permukaan tanah. Mempunyai Dua sisi, yakni Utara dan Selatan. Terowongan sisi Selatan mengarah ke sungai. Terdiri dari Lima sumur dengan jarak antar sumur sekitar 50-100 meter. Mulut terowongan berbentuk kubah, mempunyai tinggi sekitar 160 – 180 sentimeter. Di beberapa bagian, ketinggiannya hanya 150 sentimeter. Bahkan di antara sumur Keempat dan Kelima jarak dasar terowongan dengan langit-langit hanya sekitar 60 sentimeter. Pada dinding-dindingnya banyak rembesan air, sehingga membuat ruangan selalu terisi air dengan ketinggian bervariasi mulai setinggi mata kaki hingga perut orang dewasa.

Sedangkan terowongan sisi Utara fisiknya tak jauh beda dengan terowongan sisi Selatan. Namun hingga saat ini masih belum diketahui terowongan tersebut mengarah kemana. Juru kunci terowongan, Samsul mengatakan tim penjelajah dari warga setempat tak bisa meneruskan perjalanan. Karena kadar oksigen di dalam terowongan sisi Utara lebih rendah daripada sisi Selatan. “Sampai saat ini belum ada tim dari pemerintah yang khusus meneliti terowongan ini,” ungkapnya, Minggu (31/3/2013). Juga diceritakan Samsul, konon terowongan sisi Utara ini menuju ke arah candi Surowono dan pemandian yang letaknya sekitar 300 Meter dari sumur utama terowongan.

Kasub Inventaris Balai Pelestarian peninggalan Purbakala (BP3) Trowulan, Kholis menyatakan bahwa terowongan Surowono adalah kanal atau sistem pengairan yang dibangun pada masa Kerajaan Majapahit. “Terowongan itu adalah sistem pengairan yang dibangun oleh Majapahit,” ucapnya, Rabu (10/4/2013). Hal itu dikuatkan dengan adanya penjelasan dari kitab Negarakertagama Pupuh 82 yang ditulis oleh Prapanca. Dijelaskan bahwa Sri Nata Wengker (raja Wengker) membuka hutan Surabana, Pasuruan, Pajang. Disebutkan pula Hayam wuruk juga membuka hutan di Tigawangi.

Diantara-mulut-terowongan-sisi-Utara-dan-Selatan

Arkeolog Departemen Sejarah Universitas Negeri Malang, Dwi Cahyono menyatakan bahwa terowongan Surowono adalah sistem pengairan yang jelas direncanakan untuk kepentingan irigasi. “Diperlukan persawahan yang dikelola untuk kepentingan candi. Itu pula yang menyebabkan terowongan di Surowono bersambungan dengan sungai yang mengairi persawahan di Dukuh Sumberagung yang bersebelahan dengan Surowono,” ujarnya.

Kenyataannya, menurut Slamet, di Surowono dan Sumberagung masa tanam bisa dilakukan Tiga kali tanpa pernah mengalami kekeringan. Banjir juga belum pernah melanda.

Bersalin muka

Suasananya nan teduh, airnya yang menawarkan kesegaran dan track terowongan yang menantang adrenalin menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang menggemari wisata alam. Tak sedikit wisatawan domestik maupun asing yang berkunjung ke terowongan ini untuk menikmati kesegaran air, susur terowongan bahkan hanya untuk bersantai-santai saja.

“Di kala akhir minggu dan hari libur pengunjung bisa mencapai 100 orang setiap harinya,” jelas Slamet.

Di dalam terowongan, pengunjung akan dihadapkan dengan kondisi ruangan yang gelap, lembab, dingin dan pengap. Ari (22), pemuda asal Jakarta, salah satu siswa Kampung Inggris mengaku ketagihan untuk menyusur terowongan. Hampir tiap Minggu dia bersama teman-teman belajarnya menyempatkan waktu untuk berkunjung ke terowongan ini.

“Selain murah, suasana dan kondisi terowongannya masih alami,” paparnya, (31/3/2013).

Pengunjung hanya dikenakan tarif Seribu Rupiah untuk masuk ke dalam areal terowongan. Sedangkan untuk yang hendak menyusur terowongan tak diperkenankan masuk tanpa kawalan pemandu. Karena banyak persimpangan di beberapa bagian terowongan. Tak jarang pengunjung yang tersesat dan pingsan saat melakukan penyusuran.

Candi Tegowangi (Tegawangi)

Candi Tegowangi, Plemahan, Kediri, Jawa Timur.Menurut Kitab Pararaton, candi ini merupakan tempat Pendharmaan Bhre Matahun. Sedangkan dalam kitab Negarakertagama dijelaskan bahwa Bhre Matahun meninggal tahun1388 M. Maka diperkirakan candi ini dibuat pada tahun 1400 M dimasa Majapahit karena pendharmaan seorang raja dilakukan 12 tahun setelah raja meninggal dengan upacara srada.

Bentuk 

Secara umum candi ini berdenah bujursangkar menghadap ke barat dengan memiliki ukuran 11,2 x 11,2 meter dan tinggi 4,35 m. Pondasinya terbuat dari bata sedangkan batu kaki dan sebagian tubuh yang masih tersisa terbuat dari batu andesit. Bagian kaki candi berlipit dan berhias. Tiap sisi kaki candi ditemukan tiga panel tegak yang dihiasi raksasa (gana) duduk jongkok; kedua tangan diangkat ketas seperti mendukung bangunan candi. Di atasnya terdapat tonjolan – tonjolan berukir melingkari candi di atas tonjolan terdapat sisi genta yang berhias.

Pada bagian tubuh candi di tengah-tengah pada setiap sisinya terdapat pilar polos yang menghubungkan badan dan kaki candi. Pilar-pilar itu tampak belum selesai dikerjakan. Di sekeliling tubuh candi dihiasi relief cerita Sudamala yang berjumlah 14 panil yaitu 3 panil di sisi utara, 8 panil di sisi barat dan 3 panil sisi selatan. Cerita ini berisi tentang pengruatan (pensucian) Dewi Durga dalam bentuk jelek dan jahat menjadi Dewi Uma dalam bentuk baik yang dilakukan oleh Sadewa, tokoh bungsu dalam cerita Pandawa. Sedangkan pada bilik tubuh candi terdapat Yoni dengan cerat (pancuran) berbentuk naga.

Dihalaman candi terdapat beberapa arca yaitu Parwati Ardhenari, Garuda berbadan manusia dan sisa candi di sudut tenggara. Berdasarkan arca-arca yang ditemukan dan adanya Yoni dibilik candi maka candi ini berlatar belakang agama Hindu.

Lokasi Wisata 

Candi Tegowangi menepati sebuah areal yang cukup luas dan terbuka. Areal wisata arkeologi ini juga terawat dengan baik, tidak terlihat sampah bertebaran kecuali daun-daun kering pepohonan dalam jumlah yang juga tidak terlalu banyak. Didekat gerbang masuk anda akan menjumpai sebuah peternakan lebah milik penduduk setempat yang bisa dijadikan nilai tambah tersendiri saat berkunjung.

andi Tegawangi terletak di Desa Tegowangi, Kecamatan Plemahan, Kabupaten Kediri, sekitar 24 Km dari kota Kediri. Letaknya agak tersembunyi di kawasan perumahan penduduk, sekitar 1 km dari jalan raya, namun lingkungan di sekitar candi sudah tertata apik. Candi Hindu ini diperkirakan dibangun pada akhir abad ke-14 atas perintah Raja Hayam Wuruk. Tujuan pembangunannya adalah untuk meruwat (menghilangkan keburukan) Bhre Matahun, sepupu Raja Hayam Wuruk. Nama Tegawangi tercantum dalam Kitab Pararaton, yang meyebutkan bahwa Bre Matahun yang meninggal pada tahun 1310 Saka (1388 M) didarmakan di Tigawangi.

Candi Tegawangi menghadap ke barat, berdenah dasar bujur sangkar seluas 11,20 m dengan tinggi yang diperkirakan mencapai 4,29 m. Dengan demikian, candi yang dibangun dari batu andesit ini lebih besar ukurannya dibandingkan dengan Candi Surawana yang juga terdapat di Kediri. Kerusakan yang dialami candi ini lebih parah dibandingkan dengan yang dialami Candi Surawana, karena saat ini yang masih utuh hanya batur dan sebagian kecil tubuhnya.

Rumah Sakit HVA Tulungrejo

hva_doeloe

HVA Toeloengredjo adalah rumah sakit milik PT. Perkebunan Nusantara X (Persero) yang telah berdiri sejak tahun 1908. Rumah sakit ini merupakan bangunan peninggalan pemerintahan Belanda yang kondisinya masih bagus. Beberapa bangunan kamar rumah sakit dipertahankan karena kualitas bangunannya masih bagus. Rumah sakit di pare ini juga merupakan salah satu rumah sakit terbaik di Pare.

hva2

Dengan berkunjung ke rumah sakit ini kita merasa keaadan di jaman pemerintahan Belanda. Walaupun beberapa baangunan di tambah sana  – sini tetapi bentuk utama dari bangunan tetap dipertahankan dan tidak ada kerusakan yang berarti.

hva1

Candi Surowono

candi_surowono_01Candi Surawana (Surowono) adalah candi Hindu yang terletak di Desa Canggu, Kecamatan Pare,Kabupaten Kediri, sekitar 25 km arah timur laut dari Kota Kediri. Candi yang nama sesungguhnya adalah Wishnubhawanapura ini diperkirakan dibangun pada abad 14 untuk memuliakan Bhre Wengker, seorang raja dari Kerajaan Wengker yang berada di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit. Raja Wengker ini mangkat pada tahun 1388 M. Dalam Negarakertagama diceritakan bahwa pada tahun 1361 Raja Hayam Wuruk dari Majapahit pernah berkunjung bahkan menginap di Candi Surawana.

candi_surowono

Candi Surawana saat ini keadaannya sudah tidak utuh.Ukuran Candi Surawana tidak terlalu besar, hanya 8 X 8 m2. Candi yang seluruhnya dibangun menggunakan batu andesit ini merupakan candi Syiwa. Saat ini seluruh tubuh dan atap candi telah hancur tak bersisa. Hanya kaki candi setinggi sekitar 3 m yang masih tegak di tempatnya. Untuk naik ke selasar di atas kaki candi terdapat tangga sempit yang terletak di sisi barat. Menilik letak tangga, dapat disimpulkan bahwa candi ini menghadap ke barat.

Seperti yang terdapat di Candi Rimbi, kaki Candi Surawana tampak seperti bersusun dua, terbagi oleh pelipit yang menonjol keluar. Bagian kaki yang terletak di atas pelipit agak menjorok ke dalam sehingga ukurannya menjadi kebih kecil dibandingkan dengan kaki bagian bawah.

surawana2

Melihat lingkungannya yang telah tertata apik, tampaknya candi Surawana telah pernah mengalami pemugaran. Akan tetapi, hasilnya masih jauh dari sempurna, mengingat bahwa saat ini hanya bagian kaki candi yang tersisa. Di halaman candi masih banyak bebatuan dan arca yang belum berhasil dikembalikan ketempatnya semula. Batu-batu dan arca tersebut ditata rapi di atas lajur-lajur yang terbuat dari semen untuk menghambat proses kerusakan oleh resapan air.

Candi Surowono menyimpan sejarah Raja Wengker. Dia merupakan salah satu raja bawahan selama pemerintahan Raja Hayam Wuruk dari kerajaan Majapahit. Bentuk bangunan candi berupa bujur sangkar berukuran 8 x 8 meter diperkirakan dibuat pada abad 15, sekitar tahun 1400 masehi. Candi yang dibangun dengan latar belakang agama Hindu ini, merupakan pendharmaan dan tempat bersuci Bhre Wengker atau dikenal dengan nama Raja Wengker.

Di dalam Kitab Negarakertagama diceritakan biasanya pendarmaan dilakukan setelah 12 tahun seorang raja meninggal dunia setelah upacara Srada. Raja Wengker meninggal pada tahun 1388 Masehi, atau 12 tahun sebelum dibangunnya Candi Surowono yang berperhiaskan reliefdi seluruh bangunan.

Bangunan Candi Surowono berdenah bujur sangkar, berukuran 7,8 meter X 7,8 meter dan tinggi 4,72 meter. Secara vertikal arsitekturnya terdiri dari bag ian kaki dan tubuh yang juga terbuat dari batu andesit.

Candi ini memiliki banyak keunikan dari segi arsitektur maupun relief, yang menggambarkan cerita Arjuna Wiwaha, Bubhuksah, Gagang Aking, dan Sri Tanjung. Relief Arjuna Wiwaha begitu dominan dengan berbagai bingkai, tetapi di beberapa tempat terganggu oleh Sri Tanjung Bubuksha dan cerita yang muncul di sudut pada panel vertikal. Panel yang dianggap bag ian dari awal cerita sampai diidentifikasikan 1939.

Situs Watu Gajah (Batu Gajah)

watugajahSeorang pemuda pengembara menetap di sebuah desa, Ia menumpang di rumah pengembala ternak yang bernama Ki Wari.Pemuda itu tidak pernah mengatakan dari mana asalnya, Ia juga tidak menyebutkan siapa nama aslinya. Namun ketika orang-orang memanggilnya Joko Bodho, ia tidak marah.

Mengapa orang-orang memanggilnya Joko Bodho yang artinya ” jejaka bodoh “?
Pemuda pengembara itu memang seperti pemuda yang bodoh saja, tingkah lakunya memang sering konyol dan lucu kadang juga tertawa sendirian karena itu orang-orang memanggilnya Joko Bodho.

Selama ikut menumpang di rumahnya Ki Wari, Joko Bodho menggantikan Ki Wari mengembala ternak. Walau bodoh ia juga pemuda yang rajin, ternak-ternak Ki Wari di rawat dengan baik dan ternak-ternak itu menjadi gemuk dan sehat.
Pada suatu hari sepulang mengembalakan ternak, ia bertemu dengan seorang gadis cantik bernama Dewi Arum. Dewi Arum adalah gadis tercantik di desa tersebut, ia adalah anak kepala desa. Joko Bodho tertarik dengan kecantikan gadis itu.
“Hei, gadis cantik! maukah kau menjadi istriku?”
Tanya Joko Bodho dengan tingkahnya lucu, Dewi arum menjadi tertawa melihat tingkah Joko Bodho. Timbul niat untuk mempermainkan Joko Bodho.
“Tentu aku mau menjadi istrimu, Joko Bodho! Kau kan tampan. Untuk dapat meminangku, ada sebuah syarat dan Syaratnya adalah kau harus membuatkanku sebuah patung Gajah dalam waktu semalam. Apakah kau bisa Joko Bodho yang tampan?”
“Benarkah kata-katamu itu, gadis cantik? baiklah. Nanti malam aku akan memenuhi syarat yang kau inginkan”.
Joko Bodho kegirangan. Ia pun bernyanyi dengan riang sambil membawa ternaknya pulang.
Pada malam harinya, Joko Bodho segera mencari batu besar dan batu besar tersebut hanya dipahat dengan kedua tangannya, sambil bernyanyi-nyayi Joko Bodho terus memahat. Dalam beberapa jam, batu besar itu hampir membentuk seekor gajah besar.
Sementara itu Sewi Arum tidak dapat tidur di rumahnya. Ia khawatir, malam itu Joko Bodho berhasil memenuhi syarat yang di mintanya. Dewi Arum kemudian pergi mencari Joko Bodho dan kebetulan suara nyanyian Joko Bodho di dengarnya. Dewi Arum dengan sembunyi-sembunyi menuju arah suara nyanyian Joko Bodho.
Dewi Arum kaget sekali melihat Joko Bodho hampir menyelesaikan pembuatan patung gajah nya. ia tak menyangka pemuda yang dianggapnya bodoh itu akan memenuhi syarat yang dimintanya.
Sewi Arum bergegas kembali pulang, pikirannya sibuk mencari cara untuk menggagalkan pekerjaan Joko Bodho.
Dewi Arum berhasil menemukan sebuah cara, sesampainya dirumah Dewi Arum segera mengumpulkan jerami, ijuk dan ilalang kering kemudian benda-benda itu dibakarnya. Nyala api yang membara tampak kemerahan dan dilihat dari jauh tampak seperti matahari yang akan terbit.
Dewi Arum juga melepaskan hewan ternak peliharaan ayahnya kambing-kambing pun mengembik dan ayam berkokok dengan keras.
Joko Bodho yang hampir menyelesaikan pekerjaannya menjadi kaget. dilihat sinar kemerahan sudah muncul dan didengarnya suara hewan-hewan ternak mulai ribut.
“Sialan!Mengapa pagi cepat sekali datangnya? Padahal tinggal sedikit sekali pahatanku selesai,” gerutu Joko Bodho sambil menghentikan pekerjaanya lalu ia tidur di dekat patung gajah pahatannya yang belum selesai.
Saat matahari pagi sudah tinggi, Datanglah Dewi Arum kemudian membangunkan Joko Bodho.
“Bangun Joko Bodho! Bangun! Sudah pagi!Bagaimana dengan hasil pekerjaanmu semalam?”
“Aku gagal memahat patung gajah ini!” jawab Joko Bodho setelah bangun dari tidurnya.
Dewi Arum memperhatikan patung gajah pahatan Joko Bodho dan tampaklah patung gajah yang dipahat Joko Bodho sepertinya ada dua, yang satunya besar dan kecil.

“Patung besar itu apa, Joko Bodho?”tanya Dewi Arum.
“Itu patung gajah betina!”jawab Joko Bodho.
“Patung yang kecil?” tanya Dewi Arum penasaran.
“Itu anaknya! Sayang , patung gajah jantannya belum jadi karena pagi cepat datang. jadi, anak gajah itu tanpa bapak!”.jawab Joko Bodho dengan lembut.

Dewi Arum mengangguk-angguk hatinya puas dapat mempermainkan Joko Bodho. Namun, tiba-tiba saja perut Dewi Arum merasa mulas dan ia segera lari pulang.Sesampai di rumah, rasa mulas itu hilang. Anehnya perut Dewi Arum menjadi membesar seperti orang hamil.Tak berapa lama kemudian, Dewi Arum melahirkan bayi yang mungil. bukan main malunya Dewi Arum ia belum bersuami tapi sudah melahirkan.Sementara itu Joko Bodho sudah menghilang dari desa itu dan tak seorangpun yang tahu kemana perginya pemuda bodoh itu pergi bahkan Ki Wari pun tak mengetahuinya.

Sebenarnya situs ini terletak di kecamatan Puncu. Saya masukkan ke Pare karena situs ini dekat sekali dengan Kecamatan Pare. Sayang sekali situs ini jarang dikunjungi oleh wisata, hanya terbatas masyarakat terdekat. Mungkin karena letaknya ditangah – tengah perkebunan milik masyarakat. Ketika saya berkunjung kes Watu Gajah ada beberapa bunga dan dupa yang berada disebelah patung tersebuat. Mungkin beberapa masyarakat percaya bahawa situs tersebut dapat mendatangkan rejeki dan semacamnya. Sayang sekali belum ada pengelola atau perawatan dari dinas terkait.

Situs Ringin Budho (Situs Mbah Budho)

mbah_budhoSitus Ringin Budho sendiri masih digunakan untuk menepi dan mengalap berkah hingga sekarang. Hal ini terbukti dengan adanya bunga – bunga segar saat saya berkunjung kemari. Ya,mungkin saat larut malam memang digunakan untuk nenepi, tapi pada pagi hingga malam harinya digunakan sebagai tempat berdagang. Bagian dalam pagarpun terdapat meja kursi untuk tempat makan. Sayangnya bebarapa waktu pernah terjadi beberapa kali kebakaran di beringin di Situs Mbah Budho, tetapi anehnya pohon beringi tersebut masih hidup sampai sekarang.

Menuju ke Situs Ringin Budho (Situs Mbah Budho)

Dari arah Kota Kediri, arahkan kendaraan ke arah Pare. Dalam perjalanan kita akan melewati Situs Sumbercangkring, Situs Calon Arang, Komplek Candi Tondowongso, Candi Gurah,  Candi Adan – Adan (Candi Gempur).

Pada perempatan lampu merah pertama di Pare dimana terdapat Monumen Garuda di tengah jalan. Jika ingin ke Candi Tegowangi, silahkan belok ke kiri dan ikutilah papan petunjuk yang ada. Belok kanan jika ke Situs Ringin Budho. Dari sini lurus saja sejauh dua kilometer hingga ujung jalan. Situs berada di kanan jalan dalam kawasan Alun – alun(Tamrin) Pare.

Budho2

Jika naik kendaraan umum, dari Kota Kediri, silahkan naik angkot ke Pare dan turun di Pasar Pare. Dari Pasar Pare, silahkan jalan kaki sejauh dua ratus meter. Jika naik bus, dari arah Kota Kediri silahkan turun di perempatan Monumen Garuda, dari sini bisa naik angkot atau becak.